“Kalau jamur hanya 45 hari sejak ditanam. Waktu itu piri merah juga sudah serius hanya saja modalnya butuh banyak sedangkan kondisi saya waktu itu tidak bekerja,” ujar Agus.
Karena kekurangan modal, Agus pun mencoba mengajak teman-temannya di lingkungan gereja, ada 8 orang yang bergabung. “Saya butuh modal waktu itu 900 ribu. Untuk awal itu dulu dapat 500 bibit jamur. Kami ditawari tempat bekas kandang kelinci di daerah Morangan sana. Dari situ kami mulai bangun rak dan pesan bibit. Bersama 8 orang ini, saya dan kawan-kawan dulu masing-masing iuran 100 ribu dan terkumpul 900 ribu cukup untuk beli 500 bibit.” Awalnya 500 bibit jamu ini menghasilkan setengah kilogram, namun pada perkembangannya panen terus naik sampai 3-4 kilogram. Sebulan berikutnya, panen pun berlimpah hingga mencapai 20 kilogram.
Permintaan akan jamur yang banyak membuat 9 orang ini berinisiatif untuk melakukan budidaya sendiri. “Semuanya berhasil budidaya jamur. Saya enggak punya lahan menanam di rumah jadi saya tanam di dalam rumah, ada satu ruangan buat menanam 500 bibit.” Merasa tak cukup leluasa menanam di rumah dia pun mencari lahan untuk budidaya jamurnya. Kebetulan saat itu ada kawan Agus di gereja yang akan menjual lahan bekas budidaya ayam. Di lahan bekas budidaya ayam inilah agus kemudian membangun kebun jamurnya. Selengkapnya: http://www.ciputraentrepreneurship.com/bisnis-mikro/menilik-cerahnya-bisnis-budidaya-jamur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar