Makin hari persaingan bisnis makin ketat. Akhirnya beberapa businessman yang merasa terjepit, mulai melakukan kecurangan-kecurangan. Penipuan, manipulasi mutu dan harga serta banyak lagi tindakan-tindakan tidak terpuji.
Gejala seperti itu berkembang terus, makin lama keculasan para pedagang makin tidak terkendali. Etika seakan sudah tidak diindahkan lagi, setiap orang berebut rejeki untuk kepentingan diri sendiri. Semua cara dihalalkan, kalau perlu dengan menyikut orang lain. Atau menjual barang terlarang sekali pun.
Melihat dunia usaha yang sudah demikian ambur-adul, masyarakat banyak akhirnya mengasosiasikan bisnis sebagai kegiatan kotor, lambang keserakahan yang menjijikkan. Timbul semacam perasaan skeptis di kalangan awam.
Pada dasarnya bisnis itu sebenarnya mengandung nilai-nilai yang luhur. Seharusnya dengan bisnis, martabat manusia menjadi ditinggikan dan termuliakan. Oleh karenanya, sifat serta tindakan buruk harus dilenyapkan dari dunia usaha.
Ada beberapa tolok ukur yang digunakan untuk melihat apakah seseorang benar-benar seorang entrepreneur sejati atau bukan. Di antaranya adalah:
1. Seorang wirausahawan tulen tidak hanya fokus kepada profit semata. Ia akan memikirkan lingkungan sekitarnya misalnya dengan melestarikan lingkungan dan menyejahterakan masyarakat sekitar. Ia sadar bahwa tindakan itu bukan sekadar tindakan bersifat sosial semata, tapi juga mengandung benefit yang mendukung kemajuan perusahaannya.
2. Entrepreneur sejati tidak menganggap para pesaing sebagai ganjalan yang akan menghambat pertumbuhan usahanya. Sebaliknya, mereka lebih merasakan manfaat dari kehadiran para pesaing. Dengan demikian setiap saat ia dapat mengukur kualitas produk serta peningkatan kinerja perusahaannya.
3. Wirausahawan menggunakan pendekatan “kualitatif”. Artinya, seorang pebisnis sejati tidak melihat usahanya dari besaran modal yang dipakai. Rata-rata mereka memulai usaha dengan modal kecil, bahkan ada yang mulai dengan modal nekat. Dalam hal ini, wirausahawan lebih mengandal pada keuletan pribadinya, bukan kepada kekuatan uang.
4. Para entrepreneus sejati tidak hanya melihat hasil akhir, melainkan juga cara memperoleh hasil tersebut. Mereka lebih menggunakan pendekatan saling menguntungkan. Tidak jarang dalam suatu program pembebasan tanah yang dilaksanakan seorang wirausahawan, warga yang tergusur justru berubah menjadi orang-orang kaya baru (OKB), bahkan tidak sedikit yang kemudian pergi naik haji dengan istilah mereka sendiri “Haji Gusuran”. Ciputra adalah salah seorang yang menunjukkan kualitasnya sebagai wirausahawan seperti itu.
5. Wirausahawan berkeinginan untuk “menghidupi orang lain” dan bukan membunuh atau merampas hak orang lain. Walau sebuah bisnis sudah menjadi besar, mereka tidak mematikan usaha-usaha rumahan yang merupakan pesaing mereka, bahkan melakukan sinergi dengan kompetitor. Contohnya, Astra, perusahaan raksasa nasional ini melakukan pendekatan kemitraan, dengan jalan memberikan pembinaan modal dan manjemen kepada perusahaan-perusahaan yang lebih kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar