Jumat, 19 Februari 2016

Perjalanan Warung Steak Menuju Puncak Tangga Kesuksesan

Berhasil dalam hidup, merupakan impian setiap orang. Namun tidak semua orang mampu meraihnya. Tantangan, hambatan, dan kendala menjadi alasan untuk tidak berkembang. Hanya orang pilihan dengan semangat tinggi dan tidak mudah menyerahlah yang akan menjadi pemenang.

Bermodal kata kata penyemangat itulah pasangan muda, yakni Jody Brontosuseno dan Siti Hariyani meraih sukses. Keduanya sempat mengalami pasang surut dalam usaha sebelum akhirnya sukses memiliki 30 warung steak yang tersebar di beberapa kota. Seperti apakah kisahnya?
Hingga kini, banyak yang menganggap kalau makan steak itu mahal. Tapi nyatanya tidak sama sekali. Apalagi steak yang diolah oleh pasangan suami istri ini. Mereka berdua menemukan resep membuat steak enak yang bisa dinikmati oleh segmen menengah bawah.

Jody menceritakan perjalanan usahanya sejak tahun 1998. Sebelumnya, mereka sempat berjualan roti bakar, susu, hingga kaos partai musiman. Tapi akhirnya gulung tikar.

Beruntung keterpurukannya itu tidak lama. Mereka berdua segera banting stir menjadi pebisnis steak. Dengan modal awal Rp 8.000.000 dari sisa uang usaha sebelumnya, mereka merintis waroeng steak di teras kediamannya di Jalan Cendrawasih, Demangan, Yogyakarta . Dengan demikian mereka tak perlu lagi mengeluarkan uang untuk biaya sewa tempat.

Pada awal-awal, mereka pernah mengalami pengalaman yang sampai saat ini sulit untuk dilupakan. Dengan bermodalkan 5 hot plate dan 5 meja, padahal kursinya ada 20. "Sempat ada yang kecewa dengan minimnya fasilitas yang kami berikan. Dan kami juga pernah mendapatkan omzet sehari hanya Rp 30.000 saja," ujarnya.

Namun keadaan itu tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap terus berusaha. Berbagai strategi ditempuhnya, salah satunya  menyebarkan brosur dan memasang spanduk yang berisikan menu masakan yang dijamin serba murah.

Ditanya soal omzet, Jody enggan membeberkan nominal angkanya. Namun dari 30 warung stek yang sudah dibukanya mereka berhasil merekrut 800 karyawan. Ini bukti bahwa usaha mereka cukup sukses. Bahkan Jody mengaku dalam satu bulan minimal 1 oulet, bisa menghabiskan masing-masing 600 kg daging sapi dan ayam.

Jody mengakui sebagian besar pendapatannya digunakan untuk membuka cabang-cabang baru. Cabang-cabang baru waroeng steak ini biasanya sudah balik modal selama 8 bulan saja. Selain itu, pendapatannya juga digunakan berinvestasi rumah makan bakaran dengan menu aneka olahan ikan bakar yang kini memiliki 3 cabang di Yogyakarta . Tidak hanya itu saja, dia juga memiliki lapangan futsal yang disewakan, juga di Yogya.
Sukses mengembangakan 5 cabang waroeng stek di Yogya, membuat Jody dan Siti berkeinginan untuk membuka cabang di Jakarta . " Ada 2 cabang. 1 di Depok dan 1 lagi di Kalimalang. Alhamdulillah tidak pernah sepi," Ujar Jody bangga.

Hingga kini, 30 cabang waroeng steak sudah berhasil dibuka dan tersebar di daerah-daerah,. Seperti misalnya Bandung, Bogor, Semarang, Solo, Medan, dan Pekanbaru. Semua bangunanya berbentuk rumah makan permanen, yang memiliki kapasitas tempat duduk antara 50 hingga 100 orang.

Karena cabangnya lumayan banyak, Jody mengaku kesulitan untuk mengontrol Soalnya mereka tinggal di Yogjakarta. Dan mereka hanya mempercayakan kepada karyawannya saja.  Jody juga  tidak khawatir masalah mutu masakan, sebab karyawannya bisa memasak steak yang tentunya tidak kalah dari rasa steak buatan hotel bintang lima.


Bicara soal persaingan, Jody tidak terlalu risih. Jody yakin konsumen bisa memilih mana yang lebih murah antara Obonk Steak dengan tempatnya. Tentunya untuk mendapatkan harga jual yang sangat murah ini, ada trik tertentu yang dilakukannya. Dan akhirnya hal inilah yang menjadikan ciri khas waroeng steak miliknya itu. Selengkapnya: http://www.eciputra.com/berita-5350-perjalanan-warung-steak-menuju-puncak-tangga-kesuksesan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar