Jumat, 19 Februari 2016

Arti Penting Go Global dan Kewirausahaan

Sejarah berbagai negara menunjukkan pentingnya go global dan semangat kewirausahaan. Kisah sukses Honda, Toyota, Sony, dan Panasonic didorong oleh semangat kewirausahaan dan keputusan untuk go global. Para pendirinya adalah figur yang memiliki soft skill, sikap tak cepat puas, dan semangat belajar yang tinggi di samping keterampilan teknis.

"Saya perlu tekankan betapa pentingnya kita selalu membuka diri untuk go global dan berjiwa wiraswasta," ungkap Rachmat Gobel pada acara wisuda sarjana di Chuo University, Tokyo, Selasa (25/3). Pada pidato berjudul "Go Global dan Kewiraswastaan", Rachmat mengingatkan sekitar 3.000 wisudawan akan pentingnya proses seumur hidup dan penguasaan soft skill di samping pengetahuan teknis.

Orang-orang sukses di dunia memiliki emotional intelligence yang memungkinkan mereka mampu mengembangkan usaha. Mereka memiliki soft skill, yakni kemampuan berkomunikasi, mengelola hubungan dengan orang yang beragam, kemampuan mengambil keputusan yang baik dan tegas, komitmen tinggi, dan jiwa kepemimpinan.
Ini semua biasanya dikembangkan melalui pendidikan informal. "Karena itu, seorang sarjana tidak boleh berhenti belajar, mengasah keahlian, dan soft skill," ujar Rachmat.
Saat masih siswa di sekolah menengah, kata Rachmat, dirinya sering membantu ayahnya dalam melakukan pekerjaan ringan, seperti urusan administrasi, membersihkan pabrik, bahkan sampai membawa tas direktur. Ia mengimbau para wisudawan untuk tidak meremehkan keterampilan yang didapat dari pekerjaan yang kelihatannya ringan dan tidak berguna.

"Di awal karier, rendahkanlah hati Anda dan belajar sebanyak mungkin dari tugas-tugas yang harus Anda lakukan. Anggap setiap tugas sebagai kesempatan untuk mengembangkan kepribadian Anda," ujarnya.

Pengusaha Jepang yang sukses telah menunjukkan pentingnya soft skill dan visi global. Konosuke Matsushita, pendiri Panasonic, memulai usahanya sebagai produsen bola listrik. Usahanya kemudian mendunia. Rachmat meminta para wisudawan mempelajari kisah sukses Honda, Toyota, Sony, dan sebagainya.
Semua perusahaan raksasa ini dimulai dari usaha kecil dan sederhana. Honda, misalnya, didirikan oleh teknisi Jepang, Soichiro Honda, memulai produksi motor di sebuah gubuk kayu. Usahanya kemudian berkembang menjadi perusahaan multinasional dengan aset miliaran dolar. Honda menjadi salah satu merek mobil terbaik di dunia.
Masuru Ibuka dan Akio Morita mengubah bengkel radio mereka menjadi Sony Corporation. Tadao Kashio mengembangkan usaha kecil berjualan rokok, menjadi Casio Inc. "Dengan kegigihan, pikiran positif, dan sikap yang tanggap terhadap kesempatan yang selalu berkembang, saya yakin Anda dapat menjadi kisah sukses berikutnya," papar Rachmat.
Dalam dunia yang semakin modern dan tanpa mengenal batas negara, setiap orang harus berjiwa global agar dapat memaksimalkan peluang bisnis. Sebagai karyawan ataupun sebagai pemilik usaha, semuanya harus go global.

Sebagai karyawan, kemampuan beradaptsi dengan lingkungan yang berbeda akan memberikan peluang yang tiada batas dari sisi kesempatan kerja. Sebagai pemilik usaha, go global memungkinkan perusahaan menjangkau pangsa pasar yang lebih luas.

Dengan kian banyaknya perjanjian perdagangan dan kerjasama internasional, semua pihak harus dapat mengambil kesempatan sebaik-baiknya. Go global memberikan akses pasar yang lebih luas, hampir tiada batasnya. Go global memaksa semua pelaku memperkuat daya-saing dan meningkatkan produktivitas. "Dengan go global, Anda mendapatkan pengalaman yang tiada duanya. Anda bisa mempelajari kebudayaan yang beragam," papar Rachmat.

Rachmat mengatakan, dirinya beruntung karena pada masa muda memutuskan untuk meneruskan pendidikan tinggi di Jepang, bukan di AS. "Pembelajaran bahasa dan budaya Jepang mendukung kolaborasi saya dengan Panasonic Corporation dan membantu saya dalam banyak hal," ujarnya .
Berkaca pada pengalamannya, Rachmat mengimbau para wisudawan untuk berani keluar dari comfort zone dan membaurkan diri dengan dengan budaya dunia yang beragam. "Yakinlah Anda tidak akan pernah menyesali keputusan ini," katanya.

Kewiraswastaan merupakan batu landasan pertumbuhan ekonomi di dunia yang semakin kompetitif dan kompleks. Jiwa kewiraswastaan diperlukan untuk mengelola tanah, buruh, dan modal, tiga faktor produksi, dengan sebaik-baiknya. Tanpa ada kewiraswastaan, bangsa akan kacau dalam mengalokasikan faktor produksi. Bangsa seperti itu akan berjalan tanpa arah yang jelas, dan hal itu akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Kewiraswastaan di Jepang, demikian Rachmat, memerlukan suntikan penguat, karena baru 1,9 persen penduduk antara 18-64 tahun yang terlibat dalam usaha wiraswasta. "Jepang memerlukan wisudawan seperti Anda untuk meneruskan dan memajukan tradisi kewiraswastaannya," ungkap Rachmat.
Ia mengingatkan para wisudawan terhadap dua hal. Pertama, tidak cepat puas. Sebagian besar dari wisudawan akan menjadi karyawan di awal karier hidup. Ancaman paling besar adalah bahaya terperangkap dalam siklus pekerjaan dan kehidupan yang repetitif dan meletihkan. Banyak orang yang terjerat dalam lingkaran ini, kemudian kehilangan motivasi dan arah mengenai apa yang ingin dicapai.
"Tanyakan pada diri Anda sendiri mengenai visi perusahaan dan nilai apa yang dapat Anda sumbangkan. Adakah ruang untuk memperbaiki kondisi perusahaan? Adakah metolodogi yang dapat Anda tawarkan demi efisiensi?" tanya Rachmat.

Kedua, Rachmat mengimbau wisudawan untuk terus belajar. "Ada ungkapan yang mengatakan bahwa hal-hal yang Anda pelajari sesudah jam kerja adalah kunci yang akan membedakan Anda dengan yang lainnya di perusahaan," ungkapnya.

Kebiasaan belajar tidak saja akan menghindari orang dari kemungkinan mengalami stagnasi keterampilan, tapi juga memperbaikinya dan memberikan nilai tambah bagi dirinya. Menanam kebiasaan belajar, memungkinkan seseorang untuk selalu mampu menghadapi berbagai macam tantangan.

Ayahnya, kata Rachmat, mewariskan falsafah pisang. "Semua cerita tadi ada kaitan langsung atau tidak langsung dengan 'falsafah pohon pisang'. Akar pohon pisang jauh tertanam di tanah, membangun kerangka yang kaya, beragam dan jaringan hampir tanpa batas," paparnya.


Bagian pohon pisang lainnya mempunyai fungsi yang amat luas. Pakaian terbuat dari daun, obat-obatan dari akar, sementara buahnya sendiri dapat dimakan. "Pelajaran utama yang dapat kita petik adalah kita harus selalu memaksimalkan potensi kita. Seorang individu, atau perusahaan, ibaratnya sebuah pohon pisang. Kita harus memaksimalkan kegunaan dari semua sumber daya yang kita miliki," ungkap Rachmat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar