Rabu, 24 Februari 2016

Olah Sampah Plastik, Ekspor ke Inggris dan Brazil

Ketua RT 2 Rini Sutantiono mengaku mengetahui program itu dari seorang warga saat pertemuan, beberapa waktu lalu. Strategi pun disusun untuk menjadi yang terbaik dan menyabet hadiah yang totalnya mencapai Rp 720 juta. ”Kita akan tonjolkan penghijauannya seperti pada tanaman tumpang sari, terong, tomat, cabai dan tanaman toga,” ujarnya didampingi Ketua RW 6 Alimin Budiarjo, Kamis siang (19/4).

Dulu, lingkungan RT 2 diakuinya cukup gersang. Lalu, warga bergotong royong menanam pepohonan sehingga lingkungan terlihat hijau dan asri. Bahkan, berhasil menyabet piala Walikota Jakarta Selatan pada 2008. RT itu menjadi juara dua dalam lomba rumah sehat dan taman. ”Mulanya gersang, kini sudah banyak penghijauannya,” kata perempuan berusia 68 tahun itu lantas tersenyum.
Selain menanam pepohonan dan tanaman tumpang sari, warga RT 2 membuat bank sampah. Sampah dipisahkan berdasarkan jenisnya, organik dan non-organik. Sampah organik diproses menjadi pupuk kompos, sementara non-organik didaur ulang menjadi kerajinan tangan yang mempunyai nilai jual tinggi. Ya, beberapa warga bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari daur ulang sampah rumah tangga berupa plastik.

Warga menyulap plastik-plastik itu menjadi beragam produk seperti tas laptop, tas punggung, dompet, tempat kosmetik dan tempat tisu. Dibuat menggunakan mesin jahit dengan quality control yang baik, kerajinan tangan itu sudah merambah pasar mancanegara. Beberapa pesanan datang dari Singapura, Inggris dan Brazil. ”Kuncinya sabar, tidak putus asa. Hasilnya bisa dibanggakan,” tutur Sri Harsiti Sukendar, warga setempat.

Di RT itu pun terdapat lahan sekitar satu hektar yang ditanami seratus pohon mangga berbagai jenis. Diantaranya, harum manis dan indramayu. Selain itu, dibuat dua kolam besar untuk budidaya ikan lele. ”Ke depan kita akan menggalakan gotong royong. Kita sosialisasikan (MKBJ 2012) kepada warga setempat,” tambahnya. Di RT 7 kecintaan warga terhadap lingkungan pun nampak jelas. Salah satu warga bernama Achmad Martedjo berhasil membuat breket sampah.

Dia lantas ditunjuk Paguyuban Pensiunan Warga Pesanggrahan (PPWP) untuk mengembangkan budidaya jamur dan tanaman buah dalam pot. ”Tahun 2000 kita diberikan green house oleh Sudin Pertanian Jakarta Selatan,” ungkapnya. Di green house itu sampah organik diolah menjadi pupuk kompos yang dimanfaatkan warga setempat untuk menyuburkan pepohonan dan tanaman termasuk tanaman obat atau toga seperti sirih merah dan hijau, jahe, mimba dan binahong. ”Jadi, RW 6 ini lengkap dengan tanaman toga,” ungkapnya.

Selain green house, mantan Menteri Pertanian Anton Apriantono pernah datang dan memberikan mesin pencacah untuk pembuatan kompos. Selain memanfaatkan lahan kosong, warga RW 6 menggunakan metode hidroponik dalam mengembangkan tanaman hias dan cabai. Sementara untuk budidaya jamur tiram, dia membuat ‘ruangan’ khusus berukuran 4x4 meter persegi di rumahnya. Campuran serbuk gergaji, bekatul dan dolomit digunakan sebagai media pengembangan bibit jamur yang didatangkan dari Bogor, Jawa Barat.


Sebelumnya, media itu disterilisasi dengan pemanasan selama empat jam terlebih dulu. Setelah dingin, barulah bibit jamur tiram dimasukkan. ”Penyemprotannya dua hari sekali dengan springler, karena dibutuhkan kelembaban dengan suhu dibawah 30 derajat celcius,” terangnya. Hasilnya, jamur tiram yang lezat, tanpa rasa asam di lidah. Tak hanya itu, warga memanfaatkan pasir dari selokan sebagai dasar pot tanaman. Menurut Achmad, limbah selokan 60 persennya adalah pasir. Selokan itu selalu dijaga kebersihannya sehingga saat hujan deras tidak pernah meluap hingga menggenangi jalan apalagi banjir yang kerap terjadi di beberapa sudut ibukota.

Selengkapnya: http://www.eciputra.com/berita-2079-olah-sampah-plastik-ekspor-ke-inggris-dan-brazil-.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar