Ketua RT 2 Rini Sutantiono mengaku mengetahui program itu dari
seorang warga saat pertemuan, beberapa waktu lalu. Strategi pun disusun
untuk menjadi yang terbaik dan menyabet hadiah yang totalnya mencapai Rp
720 juta. ”Kita akan tonjolkan penghijauannya seperti pada tanaman
tumpang sari, terong, tomat, cabai dan tanaman toga,” ujarnya didampingi
Ketua RW 6 Alimin Budiarjo, Kamis siang (19/4).
Dulu, lingkungan RT 2 diakuinya cukup gersang. Lalu, warga bergotong
royong menanam pepohonan sehingga lingkungan terlihat hijau dan asri.
Bahkan, berhasil menyabet piala Walikota Jakarta Selatan pada 2008. RT
itu menjadi juara dua dalam lomba rumah sehat dan taman. ”Mulanya gersang, kini sudah banyak penghijauannya,” kata perempuan berusia 68 tahun itu lantas tersenyum.
Selain menanam pepohonan dan tanaman tumpang sari, warga RT 2 membuat
bank sampah. Sampah dipisahkan berdasarkan jenisnya, organik dan
non-organik. Sampah organik diproses menjadi pupuk kompos, sementara
non-organik didaur ulang menjadi kerajinan tangan yang mempunyai nilai
jual tinggi. Ya, beberapa warga bisa mendapatkan penghasilan tambahan
dari daur ulang sampah rumah tangga berupa plastik.
Warga menyulap plastik-plastik itu menjadi beragam produk seperti tas
laptop, tas punggung, dompet, tempat kosmetik dan tempat tisu. Dibuat
menggunakan mesin jahit dengan quality control yang baik, kerajinan
tangan itu sudah merambah pasar mancanegara. Beberapa pesanan datang
dari Singapura, Inggris dan Brazil. ”Kuncinya sabar, tidak putus asa.
Hasilnya bisa dibanggakan,” tutur Sri Harsiti Sukendar, warga setempat.
Di RT itu pun terdapat lahan sekitar satu hektar yang ditanami
seratus pohon mangga berbagai jenis. Diantaranya, harum manis dan
indramayu. Selain itu, dibuat dua kolam besar untuk budidaya ikan lele.
”Ke depan kita akan menggalakan gotong royong. Kita sosialisasikan (MKBJ
2012) kepada warga setempat,” tambahnya. Di RT 7 kecintaan warga
terhadap lingkungan pun nampak jelas. Salah satu warga bernama Achmad
Martedjo berhasil membuat breket sampah.
Dia lantas ditunjuk Paguyuban Pensiunan Warga Pesanggrahan (PPWP)
untuk mengembangkan budidaya jamur dan tanaman buah dalam pot. ”Tahun
2000 kita diberikan green house oleh Sudin Pertanian Jakarta Selatan,”
ungkapnya. Di green house itu sampah organik diolah menjadi pupuk kompos
yang dimanfaatkan warga setempat untuk menyuburkan pepohonan dan
tanaman termasuk tanaman obat atau toga seperti sirih merah dan hijau,
jahe, mimba dan binahong. ”Jadi, RW 6 ini lengkap dengan tanaman toga,”
ungkapnya.
Selain green house, mantan Menteri Pertanian Anton Apriantono pernah
datang dan memberikan mesin pencacah untuk pembuatan kompos. Selain
memanfaatkan lahan kosong, warga RW 6 menggunakan metode hidroponik
dalam mengembangkan tanaman hias dan cabai. Sementara untuk budidaya
jamur tiram, dia membuat ‘ruangan’ khusus berukuran 4x4 meter persegi di
rumahnya. Campuran serbuk gergaji, bekatul dan dolomit digunakan
sebagai media pengembangan bibit jamur yang didatangkan dari Bogor, Jawa
Barat.
Sebelumnya, media itu disterilisasi dengan pemanasan selama empat
jam terlebih dulu. Setelah dingin, barulah bibit jamur tiram
dimasukkan. ”Penyemprotannya dua hari sekali dengan springler, karena
dibutuhkan kelembaban dengan suhu dibawah 30 derajat celcius,”
terangnya. Hasilnya, jamur tiram yang lezat, tanpa rasa asam di lidah.
Tak hanya itu, warga memanfaatkan pasir dari selokan sebagai dasar pot
tanaman. Menurut Achmad, limbah selokan 60 persennya adalah pasir.
Selokan itu selalu dijaga kebersihannya sehingga saat hujan deras tidak
pernah meluap hingga menggenangi jalan apalagi banjir yang kerap terjadi
di beberapa sudut ibukota.
Selengkapnya: http://www.eciputra.com/berita-2079-olah-sampah-plastik-ekspor-ke-inggris-dan-brazil-.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar