Terdorong untuk memberdayakan pelaku UKM di desanya, Tatiek
Kancaniati merintis pendirian Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru.
Dikunjungi sekitar 6.000 orang, omzet total yang didapat pelaku UKM di
Tegalwaru mencapai Rp 2 miliar per bulan.
Sejak
2007, Tatiek Kancaniati fokus melakukan pemberdayaan dan pengembangan
usaha kecil menengah (UKM) di Desa Tegalwaru, Ciampea, Kabupaten Bogor.
Tatiek sendiri merupakan warga asli desa tersebut.
Ia
tergerak memberdayakan para pengusaha kecil di desanya setelah beberapa
kali mengikuti pelatihan social entrepreneur leader yang diadakan oleh
Dompet Dhuafa. Pelatihan itu sendiri bertujuan untuk membangun jiwa
entrepreneur. "Kebetulan suami saya bekerja di Dompet Dhuafa," kata
Tatiek.
Guna mempraktikkan hasil pelatihan itu, ia
pun mendirikan Yayasan Kuntum Indonesia. Yayasan itu didirikan pada
2007. Lewat yayasan itu, dia mengajak ibu-ibu rumah tangga untuk terlibat dalam usaha pembuatan tas anyaman bambu.
Setahun
kemudian, ia juga merintis usaha produksi nata de coco. Usaha ini juga
melibatkan warga desa setempat. Ide usaha ini didapat setelah ia melihat
banyaknya limbah air kelapa di desanya. "Kebetulan di Tegalwaru ada
pabrik selai kelapa. Nah, limbah air kelapanya saya manfaatkan untuk
nata de coco," kata Tatiek.
Selain dirinya sendiri,
Tatiek juga mendorong warga lain di desanya untuk memproduksi nata de
coco. Hingga saat ini, sudah ada tiga produsen nata de coco di
Tegalwaru, termasuk Tatiek.
Selain nata de coco, ia
juga memproduksi arang briket batok kelapa. Demi kemajuan usahanya,
pada 2011 ia mengubah nama yayasannya menjadi Kuntum Organizer.
Melalui
yayasan itu, Tatiek menggandeng para pemilik usaha lain di Tegalwaru
untuk menjadikan desa mereka sebagai Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru.
Kebetulan di Tegalwaru terdapat belasan unit usaha. Di antaranya usaha
peternakan, perikanan, nata de coca, kerajinan tas, kerupuk, dan masih
banyak lagi.
Tujuan mendirikan kampung wisata bisnis
itu tidak lain untuk membantu mengatasi kendala pemasaran yang banyak
dihadapi pelaku UKM di desanya. Upaya itu tidak sia-sia. Ia mengklaim,
banyak orang kini mengunjungi desanya. "Kami memberikan pelatihan bagi
para pengunjung yang datang," ujarnya.
Setiap
pengunjung dipungut bayaran Rp 25.000 untuk mengikuti pelatihan di satu
bidang usaha tertentu, lengkap dengan praktik dan tutorial. Sepanjang
tahun ini, Tegalwaru telah dikunjungi sekitar 6.000 orang. "Pengunjung
datang dari Aceh hingga Papua, baik instansi pemerintah hingga mahasiswa
untuk studi banding," imbuh Tatiek.
Banyak juga
pengunjung yang kemudian tertarik memasarkan produk UKM dari desa
tersebut. Hasilnya? Tatiek bilang, total omzet yang didapat seluruh
pelaku UKM di Tegalwaru kini mencapai Rp 2 miliar per bulan. Dengan
jumlah penduduk mencapai 12.000 jiwa, sekitar 40%-nya kini terlibat di
dalam kampung wisata ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar